Sekelumit tentang HIV/AIDS
Human
Immunodeficiency Virus
(HIV) merupakan kelompok Retroviridae
dari genus Lentivirus. Virus ini hidup menyerang sel-sel kekebalan
manusia yang mempunyai antigen CD4+,
sebagian besar adalah limfosit T-helper,
dan sebagian kecil monosit, makrofag, dan sel dendritik. Akibatnya,
orang dengan infeksi HIV rentan terhadap infeksi, yang sebagian besar
bersifat oportunistik atau dari flora normal tubuhnya sendiri.
Acquired
Immunodeficiency Disease Syndrome
(AIDS) adalah tahap lanjut dari infeksi HIV, yaitu tahap di mana
terjadi infeksi, keganasan, dan malnutrisi akibat sangat berkurangnya
fungsi kekebalan tubuh.
World
Health Organization
(WHO) memperkirakan lebih kurang 60 juta orang di seluruh dunia
terinfeksi virus HIV pada akhir tahun 2010, lebih kurang 3 juta di
antaranya adalah pasien anak kurang dari 15 tahun. Sebanyak 90% anak
dengan infeksi HIV ditemui di negara berkembang.
Sumber
penularan yang terbanyak pada anak (95%) adalah melalui transmisi
vertikal. Pada pasien ini, ibu juga menderita infeksi HIV, yang tidak
terdeteksi pada saat kehamilan. Risiko penularan infeksi HIV dari ibu
ke bayi akan semakin besar apabila (1)ibu tidak mendapat obat
antiretroviral sebelum dan selama kehamilan (2) Viral
load
ibu tinggi (3) Jumlah absolut CD4+
ibu rendah (4) Persalinan spontan (5) Ketuban pecah dini lebih dari 4
jam (6) bayi tidak mendapat antiretroviral setelah lahir (7)
pemberian ASI. Pasien ini memiliki beberapa faktor risiko yang
meningkatkan kemungkinan transmisi vertikal yaitu ibu tidak pernah
mendapat obat anti-retroviral sebelum dan selama hamil, bayi tidak
mendapat obat anti-retroviral setelah lahir, persalinan terjadi
spontan, dan pemberian ASI selama lebih kurang 6 bulan. Risiko
penularan vertical (mother
to child transmission:
MTCT) pada kasus ini sebesar 20-35%
Pada
patogenesis infeksi HIV, penularan infeksi ini dapat terjadi melalui
beberapa hal yaitu: (1) kontak seksual, dengan risiko tinggi pada
multiple sex intercourse,
homoseksual, dan lesbian (2) penularan melalui jarum suntik, terutama
pada pengguna obat psikotropika dengan jarum suntik (3) penularan
melalui produk darah yang terkontaminasi (4) transmisi vertikal dari
ibu ke anak. Bila
kita melihat riwayat keluarga dan faktor risiko yang telah digali,
sumber pertama infeksi HIV pada keluarga ini kemungkinan besar
berasal dari sang ayah dengan riwayat pengguna narkoba (iv
drug user).
Transmisi
vertikal yang terjadi selama proses perinatal maupun postnatal dapat
terjadi melalui 3 jalur: (1) intrauterin, jarang terjadi (2) proses
persalinan (3) melalui ASI. Transmisi intrauterin dapat menyebabkan
manifestasi awal saat neonatus. Transmisi melalui proses persalinan
dan menyusui akan memberikan manifestasi yang lanjut, rata-rata
terjadi pada masa anak-anak awal (sekitar umur 2-3 tahun), seperti
yang terjadi pada pasien ini. Transmisi melalui ASI paling tinggi
terjadi pada 6 minggu pertama (66%).Dampak buruk dari penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah
apabila (1) Terdeteksi lebih dini, (2) Terkendali (Ibu melakukan
perilaku hidup sehat, ibu mendapatkan ARV profilaksis secara teratur,
ibu melakukan ANC teratur, petugas kesehatan menerapkan pencegahan
infeksi sesuai standar), (3) Pemilihan persalinan yang aman (sectio
caesaria lebih menurunkan risiko dibanding partus pervaginam), (4)
Pemberian PASI (susu formula) yang memenuhi persyaratan AFASS, (5)
Pemantauan ketat tumbuh kembang bayi dan balita dari ibu dengan HIV
positif, (6) Adanya dukungan yang tulus dan perhatian yang
berkesinambungan kepada ibu, bayi dan keluarganya.
*Disarikan dari berbagai sumber oleh Nurcholid Umam K
Tidak ada komentar:
Posting Komentar