Senin, 09 April 2012

Isu Anti Imunisasi

Berikut kami sampaikan pendapat resmi dari IDAI tentang isu anti imunisasi:
Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia tentang isu 'anti imunisasi'



Sebagai organisasi profesi dokter spesialis anak satu satunya di Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia perlu memberikan pendapatnya terhadap isu yang menentang imunisasi, sebagai berikut :
  1. Imunisasi saat ini telah terbukti secara ilmiah sahih bermanfaat mencegah berbagai penyakit berat di Indonesia dan global.
  2. Imunisasi adalah program nasional, sesuai tercantum dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 36, pasal 130, tahun 2009 tentang kesehatan yang menyatakan pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak. Oleh karena itu sudah sepantasnya setiap warga negara Indonesia mendukung program tersebut.
  3. Apabila ada orang atau kelompok yang menentang pemberian imunisasi, berarti ada 2 kemungkinan:
  1. Yang bersangkutan mempunyai bukti ilmiah terbaru, atau
  2. Yang bersangkutan telah menghalangi program pemerintah

 4. Agar masalah tidak berkepanjangan, maka pemerintah sebagai pemilik program nasional memanggil orang/kelompok tersebut untuk memberikan klarifikasi atas pendapatnya.
  1. Bila pendapatya tersebut memang didukung bukti ilmiah sahih terbaru, maka pemerintah bersama tim ahli perlu mengkaji kembali apa yang menjadi kebijakkan selama ini untuk disesuaikan dengan temuan ilmiah sahih terakhir.
  2. Bila pernyataan tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan secara bukti ilmiah sahih, berarti yang bersangkutan telah menghalangi program pemerintah yang berdampak kepada kesehatan anak Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Masalah ini perlu segera diselesaikan karena akan membuat keresahan masyarakat dan ketidaknyamanan praktisi kesehatan menjalankan tugasnya.

Jakarta, 01 Maret 2012
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia

Dr. Badriul Hegar, PhD, SpA(K)
Ketua Umum


Dr. Sudung O. Pardede, SpA(K)
Sekretaris Umum

Minggu, 12 Februari 2012

Terapi hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE)



Saat ini di berbagai belahan dunia terutama di negara barat telah banyak dilakukan penanganan HIE dengan metode mendinginkan baik secara selektif (selective head/cerebral  cooling) maupun seluruh badan (whole body cooling). Masing-masing teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Beberapa meta analisis telah dilakukan untuk mengevaluasi metode yang terbilang baru terutama di negara-negara dunia ketiga. Metode ini relatif sulit dilakukan karena memerlukan peralatan yang mahal dan canggih serta pemantauan yang sangat ketat. Untuk Indonesia, teknik ini masing sangat jarang dilakukan karena keterbatasan alat dan keterampilan dari dokter maupun perawat. Kami mencoba untuk mengembangkan teknik whole body cooling dengan menggunakan fasilitas yang ada di NICU di Indonesia.
Berikut ini kami formulasikan prosedur tetap untuk melakukan whole body cooling pada neonatus dengan HIE:

* Prosedur dilakukan pada bayi yang telah memenuhi kriteria menderita HIE sedang atau berat dan berumur kurang dari  6 jam, usia kehamilan lebih dari 35 minggu.

* Adanya bukti asfiksia dengan adanya 2 atau lebih keadaan berikut:
a.    Apgar kurang dari 6 pada menit ke 10 atau resusitasi masih dilakukan sampai ventilasi tekanan positif dengan atau tanpa pijat jantung pada menit ke 10.
b.  Adanya kondisi perinatal yang merupakan faktor risiko terjadinya HIE (abruptio placenta, prolapse plasenta, abnormalitas DJJ dll)
c.       pH umbilical <7 atau BE <-12mmol/L
d.      Jika pH umbilikus tidak tersedia,dapat digunakan pH arteri yang diambil dalam waktu kurang dari 1 jam sejak lahir.

* Terdapat tanda adanya HIE sedang atau berat dengan adanya kejang atau adanya 3 dari 6 kategori berikut:
 
Kategori
Encephalopathy moderat
Encephalopathy berat
Level of consciousness
Letargi
Stupor/koma
Aktivitas Spontan
Aktivitas berkurang
Tidak ada aktivitas
Sikap tubuh
Lengan fleksi, tungkai ekstensi (dekortikasi)
Lengan dan tungkai ekstensi (deserebrasi)
Tonus
Hipotonia
Flaccid
Refleks primitive
Refleks hisap lemah, Moro inkomplet
Tidak ada refleks hisap dan Moro
Sistem autonomik (salah satu dari)
Pupil
Frek Jantung
Respirasi


Konstriksi
Bradikardi
Napas periodic


Dilatasi/tidak reaktif
Bervariasi
Apnoe


* Kriteria eksklusi
a.       Umur lebih dari 6 jam
b.      BB < 1800g
c.       Membutuhkan fraksi oksigen lebih dari 80%
d.      Terdapat kongenital anomaly yang berat.
e.       Terdapat kelainan kromosom yang jelas.
f.       Koagulopathy yang berat secara klinis maupun adanya trombositopenia atau CT yang memanjang yang tidak respon terhadap terapi.
g.      Kemungkinan hidupnya sangat kecil.

* Alat:
a.       Jika tersedia whole body cooler maka lebih baik menggunakan alat tersebut.
b.      Jika tidak tersedia, dapat menggunakan ice pack.
c.       Termometer axilla atau termometer rectal dan probe-nya.
d.      Alat resusitasi lengkap.
e.       EEG jika ada.
f.       Box bayi  dan komputer monitor.
g.      Warmer.
h.      Kain Selimut.
i.        Oksigen.
j.         Stetoskop.
k.      Lembar monitoring dan lembar Thomson Score.

* Pastikan bahwa resusitasi saat lahir dilakukan dengan adekuat.

* Tentukan metode yang akan digunakan “active cooling” atau “passive cooling”. Setelah ditentukan, lakukan edukasi pada OT dan tanda tangan informed consent.

                        * Metode “passive cooling”:
a.       Letakkan bayi dalam box bayi dengan radiant warmer tidak dinyalakan. Jangan meletakkan bayi dalam inkubator.
b.      Jangan diberi baju, topi, selimut ataupun dibungkus dengan plastik, biarkan bayi telanjang.
c.       Pasang monitor.
d.      Jika memakai Headbox, nyalakan oksigen tanpa dilembabkan, buanglah air dalam kontainer oksigen.
e.       Jika menggunakan ventilator berikan setting kelembaban normal.
f.       Catat suhu tubuh bayi setiap 15 menit sampai mencapai suhu yang kita inginkan.
g.      Jika suhu axilla turun kurang dari 34 atau suhu rektal kurang dari 33,5C, nyalakan radiant warmer sampai suhu axilla mencapai 33,5C-34,5C atau suhu rektum 33 -34C.

* Metode “active cooling”, metode ini dilakukan jika bayi tetap tidak turun suhunya (suhu axilla tetap >35,5C) paling tidak setelah 1 jam protokol passive cooling dilakukan:
a.       Gunakan ice pack/cold pack yang sudah tidak beku (bukan dari freezer). Bungkus dengan kain, jangan diletakkan langsung menempel kulit tanpa lapisan kain.
b.      Letakkan ice pack di bawah punggung dan atau di bawah kepala, atau melintang di dada dan perut, jangan letakkan di axilla karena akan mempengaruhi hasil pengukuran suhu.
c.       Catat suhunya tiap 15 menit.
d.       Jika suhu terlalu rendah, naikkan suhunya dengan melepas icepack dan nyalakan warmer.
e.       Gantilah icepack jika sudah tidak dingin.
f.       Tetap lanjutkan terapi yang lain.
g.      Tindakan ini dilakukan selama 3 hari berturut-turut dengan pemantauan yang ketat.


 
Algoritme temperatur axilla untuk mencapai suhu 33,5 – 34,5C
Algoritme temperature axilla
Jumlah cool pack yang dipasang
Area yang didinginkan
>35,5C
2
Di punggung dan dada
34,5-35,5C
1
Di punggung atau Dada
<34C
0
-








* Metode “active cooling” untuk suhu rektal : Semua protokol yang harus dilakukan sama, perbedaannya hanya pada monitoring suhu bayi, termometer yang digunakan menggunakan Rectal Thermistor/Probe khusus yang dimasukkan ke dalam anus bayi sampai kedalaman 5 cm dan dimonitor dengan monitor khusus dengan setting alarm pada suhu 33 (batas bawah) dan 34 (batas atas).
 
Algoritme temperatur rektal untuk mencapai suhu 33 – 34C
Algoritme temperature rektal
Jumlah cool pack yang dipasang
Area yang didinginkan
>35,5C
2
Di punggung, dada
34-35,5C
1
Dada
<34C
0
-







* Prosedur “whole body cooling” dilakukan selama 72 jam.
Untuk melakukan pemantauan ketat pada bayi, dikembangkan sebuah lembar monitoring yang diadopsi dari lembar monitoring berdasar Thompson score. Lembar monitoring ini menilai skor dari bayi setiap hari sampai prosedur selesai dilaksanakan dan didapatkan hasil akhir berupa meninggal dunia atau membaik. Berikut kami sertakan contoh lembar monitoringnya.

 
Sign
Score




0
1
2
3
Tone
Normal
Hyper
Hypo
Flaccid
LOC (level of consciousness)
Normal
Hyper alert, stare
Lethargic
Comatose
Fits
None
Infreq<2/day
Frequent>3/day

Posture
Normal
Fisting, cycling
Strong, distal flexion
Decerebrate
Moro
Normal
Partial
Absent

Grasp
Normal
Poor
Absent

Suck
Normal
Poor
Absent+ bites

Resp
Normal
Hypervent
Brief apnoea
IPPV (apnoea)
Fontanella
Normal
Full, not tense
Tense




Total score/day
.......................

 
Dengan adanya lembar monitoring ini maka kondisi bayi dapat dipantau dan kondisi hariannya dapat dipantau, hal ini dapat memperkirakan prognosis bayi tersebut. Jika skor Thomson semakin meningkat setiap hari, maka prognosisnya jelek dan sebaliknya.
 

Senin, 06 Februari 2012

Jantung bocor karena ASD



Selain defek sekat ventrikel, kebocoran jantung yang banyak terjadi pada anak adalah defek sekat atrium.
Defek sekat atrium dapat terjadi pada setiap bagian sekat atrium yaitu sekundum, primum dan sinus venosus.
Kelainan septum atrium disebabkan dari suatu lubang pada foramen ovale atau pada septum atrium. Tekanan pada foramen ovale atau septum atrium,tekanan pada sisi kanan jantung meningkat.
 Anak dengan defek sekat atrium jarang menampakkan keterbatasan aktivitas fisik, namun sering nampak kelelahan pada aktivias berat dan dispneu pada  keadaan stress. Lesi atau defek biasanya sering ditemukan secara tidak sengaja pada saat dilakukan pemeriksaan fisik, dimana ditemukan kuat angkat sistolik ventrikel kanan biasanya teraba dari linea sternalis kiri ke linea midklavikularis. Suara jantung pertama keras dan kadang-kadang ada klik ejeksi pulmonal. Pada kebanyakan penderita, suara jantung kedua pada linea parasternalis kiri atas membelah lebar dan pembelahannya konstan pada semua fase respirasi. Tanda-tanda auskultasi ini khas dan adalah karena defek yang menghasilkan kenaikan volume diastolik ventrikel kanan secara konstan dan waktu ejeksi yang diperpanjang. Bising sistolik adalah tipe ejeksi, nada sedang, tanpa kualitas yang keras, jarang disertai getaran, dan paling baik didengarkan pada linea parasternalis kiri sela iga IV. Bising ini dihasilkan oleh bertambahnya aliran yang melewati saluran aliran keluar ventrikel kanan ke dalam arteri pulmonal. Bising mid-diastolik, pendek, rumbel yang dihasilkan oleh bertambahnya volume aliran darah yang melewati katup trikuspidal sering dapat di dengar pada linea parasternal bawah. Tanda ini biasanya dapat terdengar terbaik dengan stetoskop corong (bell).
 Pembedahan dianjurkan pada semua penderita bergejala maupun penderita tidak bergejala dengan rasio shunt sekurang-kurangnya 2:1. Waktu penutupan efektif biasanya beberapa waktu sebelum masuk ke sekolah.
 Hasil sesudah pembedahan pada anak dengan shunt besar sangat baik.  Gejala-gejala menghilang dengan cepat, dan perkembangan fisik seringkali tampak bertambah. Ukuran jantung mengurang menuju normal, dan elektrokardiogram menunjukkan pengurangan gaya ventrikel kanan. Aritmia lambat kurang sering pada penderita yang telah mengalami perbaikan awal.
Komplikasi sering terjadi apabila pembedahan dilakukan pada penderita berumur di atas 20 tahun, dimana komplikasi tersebut seperti gagal jantung dan fibrilasi atrium.